Surabaya, bukasuara.net – Gempuran produk jadi dari negara tirai bambu kiranya telah membuat pelaku usaha domestik kelimpungan, khususnya pada usaha skala mikro kecil dan menengah (UMKM).
Di Jawa Timur, banyak UMKM yang mengaku harus mengurangi produksi atau mem-PHK karyawannya karena permintaan semakin sepi. Bahkan ada juga yang sampai gulung tikar, seperti yang dialami oleh UMKM pengrajin kulit dan perak di Sidoarjo.
Ketua Asosiasi Pengrajin Kulit (Aspek) Jatim Roni Yudianto mengatakan bahwa kerajinan kulit di Sidoarjo, tepatnya di kecamatan Tanggulangin beberapa tahun yang lalu sempat berjaya. Hampir di setiap rumah yang ada di Desa Kedensari memiliki usaha pembuatan produk berbahan dasar kulit, mulai dari tas, sepatu, sabuk atau jaket.
“Dulu tempat kami menjadi jujugan wisatawan, baik dalam maupun luar negeri. Setiap hari banyak pengunjung membeli berbagai macam produk kulit yang ada di kios yang dibangun warga di sepanjang jalan. Tetapi akibat gempuran produk serupa yang diimpor dari China akhirnya lambat-laun mulai sepi, terlebih saat covid-19 melanda,” aku Roni Yudianto saat bertemu dengan Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Rabu (10/7/2024) malam.
Sebenarnya, lanjut Roni, pengrajin-pengrajin tersebut sudah berusaha untuk terus bertahan di kondisi yang tidak menguntungkan tersebut. Tetapi gempuran produk impor dari China kian hari makin tidak terkendali. Apalagi dengan adanya digitalisasi. Banyak produk yang dijual e-commerce adalah produk impor China.
Selain itu tampilan atau mode produk China dinilai sangat variatif dan inovatif, harganya juga jauh lebih murah dibanding produk lokal. Sehingga daya saing produk lokal kalau jauh dibanding produk China.
“Walaupun kita tahu kualitas produk China itu tidak sebagus produk lokal. Namun masyarakat akhirnya tetap lebih memilih membeli barang yang lebih murah dan lebih indah tampilannya. Disisi lain, perang pasar di level lokal antar daerah juga kian ketat,” aku Roni.
Menurut Sekjen Aspek Jatim Agus Nanang yang biasa dipanggil Jhon, bahwa sebenarnya tidak hanya pengrajin kulit yang mengalami seperti kondisi saat ini. Ada banyak UMKM yang juga merasakan hal yang sama.
“Ini adalah potret atau contoh kondisi UMKM secara luas. Karena kondisi umum mereka ya seperti ini, hampir tidak bisa bernafas,” ujar Jhon.
Pengakuan yang sama juga diungkapkan Ketua Perkumpulan Pengrajin Perhiasan Perak Jatim, Mochammad Musa, derasnya gempuran barang kerajinan perak dari China mengakibatkan pengrajin perak di wilayah Jatim gulung tikar dan tinggal sedikit. Meraka memilih untuk beralih profesi.
“Saat kondisi tidak baik dan tidak ada pesanan, banyak tukang yang dulunya bekerja sebagai pembuat kerajinan perak beralih menjadi ojek online, ada juga yang jual cilok dan lainnya. Meraka akhirnya merasa nyaman dan tidak lagi mau bekerja di sini, karena dianggap lebih aman. Sehingga saat kami meminta mereka kembali membuat perhiasan perak, mereka tidak mau lagi,” terangnya.
Sama dengan produk kulit impor dari China, produk kerajinan perak dari negara tirai bambu tersebut terkenal miliki desain sangat indah dan inovatif dengan harga sangat murah. “Meraka itu peniru ulung. Kalau keluar model perhiasan dari Eropa misalnya, maka China langsung membuat sama dengan jumlah sangat banyak,” tambahnya
Sebenarnya, lanjut Musa, saat ini menjadi peluang pengrajin perak untuk menggenjot kinerjanya. Karena dengan mahalnya harga emas, banyak masyarakat yang beralih menggunakan perhiasan perak. Tetapi dengan berbagai kendala yang dialami saat ini, ia mengaku cukup sulit untuk meningkatkannya.
Oleh karena itu, Asosiasi Pengrajin Kulit Jatim dan Perkumpulan Pengrajin Perhiasan Perak Jatim berharap pemerintah memberikan dukungan dan perlindungan atas keberlangsungan bisnis UMKM dengan melakukan pembatasan produk impor dari China yang pasar dalam negeri. Ada satu kebijakan, dimana impor bahan baku tetap bisa dilakukan tetapi impor bahan jadi diperketat.
“Kalau memang pembatasan secara nasional tidak bisa dilakukan karena Indonesia telah terikat perjanjian dagang dengan negara-negara tersebut, maka harapan kami Pemprov Jatim bisa melakukan pembatasan secara lokal,” tambah Roni.
Dukungan, lanjutnya, juga dengan memberikan pendampingan dan pelatihan. Mulai dengan bagaimana membuat model yang bagus dan menjualnya. “Akses pasar atau jaringan sangat kami butuhkan. Misal diikutkan dalam pameran atau misi dagang ke sejumlah daerah,” katanya
Dukungan juga diharapkan datang dari Kadin Jatim karena Kadin memiliki jaringan yang sangat luas. “Kami berharap Kadin bisa menjembatani sebab seluruh pengusaha kecil nasibnya hampir sama,” katanya.
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto yang didampingi oleh Ketua Komite Tetap Promosi Produk UMKM dan Pemberdayaan Daerah Kadin Jatim Yusuf Karim Ungsi, mengatakan bahwa Kadin Jatim akan selalu memberikan support kepada UMKM yang ada, sebab Kadin tidak hanya menaungi industri besar atau menengah saja, tetapi ada banyak UMKM yang juga menjadi anggota Kadin.
“Kadin adalah rumah besar pengusaha untuk saling membantu, bersinergi demi peningkatan ekonomi Indonesia. Dukungan ini bisa diwujudkan dengan membuka peluang pasar dengan menjadikan UMKM sebagai mitra industri besar dan memberikan pelatihan kepada mereka,” ujar Adik.
Selama ini, ujarnya, Kadin Jatim telah bermitra dengan PUM Netherland Expert Belanda untuk memberikan pendampingan secara gratis kepada pelaku UMKM di banyak sektor. Pendampingan ini juga bisa diberikan kepada pengrajin perak da kulit untuk meningkatkan kualitas desain mereka sehingga mampu bersaing dengan model dari China.
“Intinya Kadin akan selalu memberikan support besar terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas produk UMKM. Dalam hal akses pasar, Kadin senantiasa menggelar pameran tematik dalam setiap tahunnya, diantarnya adalah pemeran Inapro dan Inagro yang menjadi ajang promosi bagi UMKM Jatim. Sinergi harus terus dibangun untuk mencapai kesejahteraan bersama,” pungkas Yusuf Karim Ungsi yang juga menjabat sebagai Ketua Asperapi Jatim.