PW SAPMA PP Sebut Pencopotan Dekan FK Unair Ironi Bagi Kemerdekaan Berpendapat Civitas Akademika

oleh -56 Dilihat
oleh

Surabaya, bukasuara.net – Rektorat Universitas Airlangga (Unair) secara resmi memberhentikan Budi Santoso dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK) pada Rabu kemarin, 3 Juli 2024. Dari informasi yang dihimpun, diduga pemberhentian ini erat kaitannya dengan sikap Budi yang menolak program pemerintah untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia. 

Kabar pencopotan ini mencuat dari pernyataan Budi di WhatsApp Group (WAG) Dosen FK Unair, Rabu 3 Juli 2024. Di grup itu, ia berpamitan kepada sekitar 300 anggota dalam grup.

“Per hari ini saya diberhentikan sebagai Dekan FK Unair. Saya menerima dengan lapang dada dan ikhlas. Mohon maaf selama saya memimpin FK Unair ada salah dan khilaf, mari terus kita perjuangkan FK Unair tercinta untuk terus maju dan berkembang,” demikian petikan pernyataan Budi dalam WAG tersebut.

Aksi pencopotan ini pun lantas mendapat respon dari Pimpinan Wilayah Satuan Pelajar dan Mahasiswa (PW SAPMA) Pemuda Pancasila. Mereka menganggap aksi pencopotan ini merupakan ironi yang cukup memprihatinkan bagi kemerdekaan berpendapat civitas akademika. 

Pemecatan Prof. Budi Santoso (Prof Bus) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga jelas menciderai nilai-nilai kebebasan berpendapat, opini dan gagasan dalam ranah akademik,” ujar Ketua PW SAPMA PP Jawa Timur, Arderio Hukom, Sabtu (6/7). 

Lebih lanjut Arderio juga beranggapan bahwa aksi pemecatan Sang Dekan okeh Rektorat Unair tidak memiliki dasar yang jelas dan semata-mata adalah soal kepentingan akibat pendapat beliau yang kontra terhadap kebijakan pemerintah soal program mendatang dokter asing oleh pemerintah. 

“Hal ini tentunya menyalahi statuta Unair itu sendiri yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta  Universitas Airlangga pasal 53,” lanjutnya. 

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwasanya jabatan rektor yang disandang oleh seseorang dapat dikatakan selesai jika memenuhi salah satu syarat dalam peraturan. Yaitu : 

1. Berakhir masa jabatannya

2. Meninggal dunia

3. Mengundurkan diri

4. Sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja secara permanen

5. Sedang studi lanjut; dan / atau

6. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan perbuatan yang diancam pidana penjara. 

Sedangkan dalam aksi pencopotan ini jelas jelas tidak ada satupun unsur yang dipenuhi. 

Untuk itu demi nama baik Universitas Airlangga khususnya dan civitas akademika secara umum, PW SAPMA mengusulkan agar tidak mengulangi kembali kebijakan-tindakan yang melampaui etika akademis dalam perguruan tinggi serta terkesan buru-buru dalam menentukan sikap, sehingga justru blunder. 

“Kami mengajak seluruh kader SAPMA PP baik yang berada di lingkungan Universitas Airlangga, maupun perguruan tinggi lain untuk bersama-sama saling menjaga agar kebebasan berpendapat utamanya diranah akademik tetap hidup, serta turut aktif melawan indikasi-indikasi ‘penyembelihan’ dan pembelengguan kebebasan berpendapat yang ada,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *